Senin, 02 April 2012

ISTRIKU DI NIKMATI MALING BEJAD





ISTRIKU DI NIKMATI MALING BEJAD


Tiba-tiba sebuah suara keras
membangunkan kami di tengah
malam. Fatimah istriku memeluk
lenganku saking ketakutannya. Suara
itu datang dari arah dapur.
Sepertinya kaca yang jatuh
berantakan. Naluriku mengatakan
ada hal yang tak beres ada di
dalam rumah ini. Aku bangun dan
menyalakan lampu. Istriku berusaha
menahan aku. Dengan hati-hati aku
bangun dan membuka pintu dan
melangkah ke dapur.
Aku kaget dengan ketakutan yang
amat saat muncul sosok asing di
bawah jendela dapurku. Nampak di
lantai kaca jendela pecah
berserakan. Pasti dia ini maling yang
hendak mencuri di rumah kami.
Sama-sama
kaget dengan gesitnya pencuri ini
berdiri dan melangkah pendek
menyambar pisau dapur kami yang
tidak jauh dari tempatnya. Orang ini
lebih gede dari aku. Dengan rambut
dan jambangnya yang nggak
bercukur nampak begitu sangar.
Dengan pakaiannya yang T. Shirt
gelap dan celana jean bolong-bolong
dia menyeringai mengancam aku
dengan pisau dapur itu.
Aku memang lelaki yang nggak
pernah tahu bagaimana berkelahi.
Melihat ulah maling ini langsung
nyaliku putus. Dengan gemetar yang
sangat aku berlari kembali ke
kamar tidurku dan menutup
pintunya. Namun kalah cepat dengan
maling itu. Aku berusaha keras
menekan untuk mengunci sebaliknya
maling itu terus mendorong dengan
kuatnya. Istriku histeris berteriak-
teriak ketakutan,
“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..”
Namun teriakan itu pasti sia-sia.
Rumah kami adalah rumah baru di
perumahan yang belum banyak
penghuninya. Tetangga terdekat
kami adalah Pak RT yang jaraknya
sekitar 30 rumah kosong, yang
belum berpenghuni, dari rumah kami.
Sementara di arah yang berbeda
adalah bentangan kali dan sawah
yang luas berpetak-petak. Sejak
pernikahan kami 2 tahun yang lalu,
inilah rumah kredit kami yang baru
kami tinggali selama 2 bulan ini.
Upaya tarik dan dorong pintu itu
dengan pasti dimenangkan oleh si
maling. Aku terdepak jatuh ke lantai
dan maling itu dengan leluasa
memasuki kamar tidur kami. Dia
mengacung-acungkan pisau dapur ke
isteriku agar tidak berteriak-teriak
sambil mengancam hendak
memotong leherku. Istriku seketika
‘klakep’ sepi. Sambil menodongkan
pisau ke leherku dengan kasar aku
diraihnya dengan menarik bajuku
keluar dari kamar. Matanya nampak
menyapu ruangan keluarga dan
menarikku mendekat ke lemari
perabot. Pasti di nyari-nyari benda
berharga yang kami simpan.
Dia menemukan lakban di tumpukkan
macam-macam peralatan. Dengan
setengah membanting dia
mendorong aku agar duduk di lantai.
Dia me-lakban tangan dan kakiku
kemudian mulutku hingga aku benar-
benar bungkem. Dalam keadaan tak
berkutik aku ditariknya kembali ke
kamar tidurku. Istriku kembali
berteriak sambil menangis histeris.
Namun itu hanya sesaat.
Maling ini sungguh berpengalaman
dan berdarah dingin. Dia hanya
bilang,
“ Diam nyonya cantiikk.. Jangan
membuat aku kalap lhoo..” kembali
istriku ‘klakep’ dan sepi.
Nampak maling itu menyapukan
pandangannya ke Kamar tidurku. Dia
melihati jendela, lemari, tempat
tidur, rak kset dan pesawat radio
di kamarku. Dia sepertinya berpikir.
Semuanya kusaksikan dalam
kelumpuhan dan kebisuanku karena
lakban yang mengikat kaki tanganku
dan membungkam rapat mulutku.
Tiba-tiba maling itu mendekati
Fatimah istriku yang gemetar
menggulung tubuhnya di pojok
ranjang karena shock dan histeris
dengan peristiwa yang sedang
terjadi. Dengan lakbannya dia
langsung bekap mulutnya dan
direbahkannya tubuhnya di ranjang.
Aku tak kuasa apa-apa hanya
mampu tergolek dan berkedip-kedip
di lantai. Aku melihat bagaimana
sorot mata ketakutan pada wajah
Fatimah istriku itu.
Ternyata maling itu merentangkan
tangan istriku dan mengikatnya
terpisah di kanan kiri kisi-kisi
ranjang kayu kami. Demikian pula
pada kakinya. Dia rentangkan dan
ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan
akhirnya yang terjadi adalah aku
yang tergolek lumpuh di lantai
sementara Fatimah istriku
telentang dan terikat di ranjang
pengantin kami.
Perasaanku sungguh tidak enak. Aku
khawatir maling ini berbuat diluar
batas. Melihat sosoknya, nampak dia
ini orang kasar. Tubuhnya nampak
tegar dengan otot-ototnya yang
membayang dari T. Shirt dekilnya.
Aku taksir tingginya ada sekitar 180
cm. Aku melihati matanya yang
melotot sambil menghardik,
“ Diam nyonya cantiikk..” saat melihat
istriku yang memang nampak
sangat seksi dengan pakaian
tidurnya yang serba mini karena
udara panas di kamar kami yang
sempit ini.
“Aku mau makan dulu ya sayaang..
Jangan macam-macam”. Dia
nyelonong keluar menuju dapur.
Dasar maling nggak bermodal. Dia
ngancam pakai pisauku, ngikat pakai
lakbanku sekarang makan
makananku.
Nampak istriku berontak melepaskan
diri dengan sia-sia. Sesekali nampak
matanya cemas dan ketakutan
Memandang aku. Aku menggeleng-
gelengkan kepalaku dengan maksud
melarangnya bergerak banyak.
Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan
membukai Berbagai lemari dan laci-
laci di rumah. Dia nggak akan
dapatkan apa-apa karena memang
kami nggak punya apa- apa. Aku
bayangkan betapa wajahnya akan
kecewa karena kecele. Kudengar
suara gerutu. Nampaknya dia marah.
Dengan menendang pintu dia kembali
masuk kamar tidur kami. Membuka
lemari pakaian dan mengaduk-
adukkannya. Dilempar-lemparkannya
isi lemari hingga lantai penuh
berserakan. Dia buka kotak
perhiasan istriku. Dibuang-buangnya
perhiasan imitasi istriku.
Karena tak mendapatkan apa yang
dicari Maling mengalihkan sasaran
kekecewaan. Dia pandangi istriku
yang telentang dalam ikatan di
ranjang. Dia mendekat sambil
menghardik,
“Mana uang, manaa..? Dasar miskin
yaa..? Kamu umpetin dimana..?”
Tangannya yang mengkilat berotot
bergerak meraih baju tidur istriku
kemudian menariknya dengan keras
hingga robek dan putus kancing-
kancingnya. Dan yang kemudian
nampak terpampang adalah bukit
kembar yang begitu indah. Payudara
Fatimah yang sangat ranum dan
padat yang memang selalu tanpa BH
setiap waktu tidur. Nampak sekali
wajah maling itu terkesima.
Kini aku benar-benar sangat takut.
Segala Kemungkinan bisa terjadi. Aku
saksikan adanya perubahan raut
mukanya. Sesudah tidak
mendapatkan uang atau benda
berharga dia jadi penasaran. Dia
merasa berhak mendapat pengganti
yang setimpal. Maling itu lebih
mendekat lagi ke Fatimah dan
dengan terus memandangi buah
dadanya yang sangat sensual itu.
Pelan-pelan dia duduk ditepian
ranjang.
“Dimana kamu simpan uangmu nyonya
cantiikk..?” sambil tangan turun
menyentuh tubuh Fatimah yang
sama sekali tak bisa menolak
karena kaki dan tangannyaterikat
lakban itu. Dan tangan itu mulai
mengelusi dekat Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana mata
Fatimah demikian paniknya. Dia
merem memejamkan matanya
sambil Memperdengarkan suara dari
hidungnya,
“ Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”.
Istriku mengeluarkan air mata dan
menangis, menggeleng-geleng
kepalanya sambil mengeluarkan
dengus dari hidungnya.
Dan sentuhan maling itu tidak
berhenti di tempat. Air mata
istriku merangsang dia semakin
brutal. Tangan-tangannya dengan
tanpa ragu mengelus- elus dan
kemudian meremas-remas buah
dada Fatimah serta bagian tubuh
sensitive lainnya. Hal ini benar-benar
membuat darahku menggelegak
marah. Aku harus berbuat sesuatu
yang bias menghentikan semua ini
apapun risikonya. Yang kemudian
bisa kulakukan adalah menggerakkan
kakiku yang terikat, menekuk dan
kemudian menendangkan ke tepian
ranjangku. Maling itu terkaget
namun sama sekali tidak bergeming.
“Hey, brengsek. Mau ngapain kamu.
Jangan macam-macam. Jangan
ganggu istrimu yang sedang
menikmati pijitanku,”dia menghardik
aku. Dan aku memang langsung
putus asa. Aku tak mungkin berbuat
apa-apa lagi. Kini hanya batinku yang
meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya adalah
sesuatu Yang benar-benar
mengerikan. Maling itu menarik
robek seluruh busana tidur istriku.
Dia benar-benar membuat Fatimah
telanjang kecuali celana dalamnya.
Lantas dia rebah merapatkan
tubuhnya disampingnya. Istriku
nampak bak rusa rubuh dalam
terkaman serigala. Dan kini
pemangsanya mendekat untuk
mencabik-cabik untuk menikmati
tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata
dukanya. Dia tak mampu berpuat
apa-apa lagi. Dalam setengah
telanjangnya aku kian menyadari
betapa cantiknya Fatimah istriku ini.
Dia tunjukkan betapa bagian-bagian
tubuhnya menampilkan sensualitas
yang pasti menyilaukan setiap lelaki
yang memandangnya. Rambutnya
yang mawut terurai, pertemuan
lengan dan bahu melahirkan lembah
ketiak yang bias menggoyahkan iman
para lelaki.
Payudaranya yang membusung
ranum dengan pentilnya yang merah
ungu sebesar ujung jari kelingking
sangat menantang. Perut dengan
pinggulnya yang.. Uuhh.. Begitu
dahsyat mempesona syahwat. Aku
sendiri terheran bagaimana aku bisa
menyunting dewi secantik ini.
Dan kini maling brutal itu
menenggelamkan mukanya ke
dadanya. Dia menciumi dan menyusu
Payudaranya seperti bayi. Dia
mengenyoti pentil istriku yang
nampaknya berusaha berontak
dengan menggeliat-geliatkan
tubuhnya yang dipastikan sia-sia.
Dengan semakin beringas nafsu
nyolongnya kini berubah menjadi
nafsu binatang yang dipenuhi birahi.
Dengan gampang dia menjelajahkan
moncongnya ke sekujur tubuh
Fatimah. Dia merangsek menjilat-
jilat dan menciumi ketiak istriku
yang sangat sensual itu. Inilah
pesta besarnya. Dia mungkin tak
pernah membayangkan akan
mencicipi nikmat tidur dengan
perempuan secantik Fatimah istriku
ini.
Menjarah dengan kenyotan, jilatan
dan ciumannya maling ini merangsek
ke tepian pinggul Fatimah dan
kemudian naik ke perutnya. Dengan
berdengus-dengus dan nafasnya
yang memburu dia menjilati puser
Fatimah sambil tangannya
gerayangan ke segala arah
meremas dan nampak terkadang
sedikit mencakar menyalurkan
gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat
melemah. Yang terdengar hanyalah
gumam dengus mulut tersumpal
sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya sebagai ungkapan
penolakannya. Mungkin ketakutan
serta kelelahannya membuat
stamina-nya ‘down’ dan lumpuh.
Sementara sang maling terus
melumati perut dan menjilat- jilat
bagian-bagian sensual tubuhnya.
Kebringasan serta kebrutalan
hasrat syahwat maling ini semakin
meroket ke puncak. Jelas akan
memperkosa istriku di depan aku
suaminya. Dia bangun dari ranjang
dan dengan cepat melepasi T. Shirt
serta celana dekilnya. Dia
menelanjangi dirinya. Aku terkesima.
Maling itu memiliki postur tubuh
yang sangat atletis dan menawan
menurut ukuran tampilan tubuh
lelaki. Dengan warna kulitnya yang
coklat kehitaman berkilat karena
keringatnya nampak dadanya, otot
lengannya perutnya begitu kencang
seperti pelaku binaraga. Tungkai
kakinya, paha dan betisnya sungguh
serasi banget.
Yang membuat aku terperangah
adalah kemaluannya. kont*l maling
itu begitu mempesona. Muncul dari
rimbun jembutnya kont*l itu tegak
ngaceng dengan bonggol kepalanya
yang juga berkilatan karena
kerasnya tekanan darah
syahwatnya yang mendesakinya.
Besar dan panjangnya di atas rata-
rata kemaluan orang Asia dan
nampak sangat serasi dalam warna
hitaman pada awalnya kemudian
sedikit belang kecoklatan pada leher
dan ujungnya. Lubang kencingnya
muncul dari belahan bonggol yang
mekar menantang.
Kesan kekumuhan awal yang
kutemui dari rambut dan jambang
yang tak bercukur serta pakaiannya
yang dekil langsung musnah begitu
lelaki maling ini bertelanjang. Dia
nampak sangat jantan macam
jagoan.
Dalam ketakutan dan panik istriku
Fatimah melihat saat maling itu
bangun dan dengan cepat melepasi
pakaiannya. Begitu lelaki maling itu
benar-benar telanjang aku melihat
perubahan pada wajah dan mata
istriku. Wajah dan pandangannya
nampak terpana. Yang belumnya layu
dan kuyu kini beringas dengan mata
yang membelalak. Mungkin karena
ketakutannya yang semakin jadi
atau karena adanya ’surprise’ yang
tampil dari sosok lelaki telanjang
yang kini ada bersamanya
diranjangnya. Anehnya pandangannya
itu tak dilepaskannya hingga ekor
matanya mengikuti kemanapun lelaki
maling itu bergerak.
Walaupun aku tak berani
menyimpulkan secara pasti, menurut
pendapatku wajah macam itu adalah
wajah yang diterpa hasrat birahi.
Adakah birahi Fatimah bangkit dan
berhasrat pada lelaki maling yang
dengan brutal telah mengikat dan
menelanjangi tubuhnya di depan
suaminya itu. Ataukah ’surprise’ yang
disuguhkan lelaki itu telah membalik
180 derajat dari takut, marah dan
benci menjadi dorongan syahwat
yang dahsyat yang melanda seluruh
sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki
cemburu buta. Aku sering
mendengar perempuan yang jatuh
cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan
merangkak di depan arah kaki
Fatimah yang terikat. Dia meraih
kaki Fatimah yang terikat dan mulai
dengan menjilatinya. Lidahnya
menyapu ujung-ujung jari kaki
istriku kemudian mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Fatimah yang
seakan disengat listrik ribuan watt.
Kaget meronta dan meregang-
regang. Aku tidak pasti. Apakah itu
gerak kaki untuk berontak atau
menahan kegelian syahwati.
Sementara lelaki maling itu terus
menyerang dengan jilatan-jilatannya
di telapaknya. Demikian dia
melakukan pada kedua tungkai kaki
istriku untuk mengawali lumatan
dan jialatan selanjutnya menuju
puncak nikmat syahwatnya.
Dengan caranya maling itu memang
sengaja Menjatuhkan martabatku
sebagai suami Fatimah.
“Mas, istrimu enak banget loh. Boleh
aku ent*t ya? Boleh.. Ha ha. Aku
ent*t istrimu yaa..”
Dan aku disini yang tergolek macam
batang pisang tak berdaya hanya
mampu menerawang dan menelan
ludah.
Namun ada yang mulai merambati
dan merasuk ke dalam sanubariku.
Aku ingin tahu, macam apa wajah
Fatimah saat kont*l maling itu
nanti menembusi kemaluannya. Dan
keinginan tahuku itu ternyata mulai
merangsang syahwat birahiku. Dalam
tergolek sambil mata tak lepas
memandangi ulah lelaki maling
telanjang yang melata bak kadal
komodo di atas tubuh pasrah
istriku yang jelita kont*lku jadi
menegang. Aku ngaceng.
Kusaksikan betapa maling itu
merangsek ke Selangkangan istriku.
Dia menciumi dan menyedoti paha
Fatimah serta meninggalkan merah
cupang di setiap rambahannya.
Namun yang membuat jantungku
berdegup kencang adalah geliat-
geliat tubuh istriku yang terikat
serta desah dari mulutnya yang
terbungkam. Aku sama sekali tidak
melihatnya sebagai perlawanan
seorang yang sedang disakiti dan
dirampas kehormatannya. Istriku
nampak begitu hanyut menikmati
ulah maling itu.
Aku memastikan bahwa Fatimah
telah tenggelam dalam hasrat
seksualnya. Dia menggeliat-geliat dan
menggoyang-goyangkan tubuhnya
teristimewa pinggul serta
pantatnya. Fatimah dilanda
kegatalan birahi yang sangat
dahsyat dan kini nuraninya terus
menjemput dan merindui kenyotan
bibir si maling itu. Dalam pada itu
aku berusaha tetap berpikir positip.
Bahwa sangat berat menolak
godaan syahwat sebagaimana yang
sedang dialaminya. Secara pelan dan
pasti kont*lku sendiri semakin
keras dan tegak menyaksikan
yangharus aku saksikan itu.
Dan klimaks dari pergulatan
‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki maling
itu menenggelamkan bibirnya ke
Bibir vagina Fatimah. Dia menyedot
dan mengenyoti itil istriku dan
meneruakkan lidahnya menembusi
gerbang kemaluannya. Tak
terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang
terperas dari tubuhnya Fatimah
menjerit dalam gumam desahnya.
Pantatnya semakin diangkatnya
tinggi-tinggi. Dia nampak hendak
meraih orgasmenya. Bukan main.
Biasanya sangat sulit bagi Fatimah
menemukan orgasme. Kali ini belum
juga maling itu melakukan penetrasi
dia telah dekat pada puncak
kepuasan syahwatnya. Ah.. Lihat
ituu.. Benar.. Fatimah meraih
orgasmenya.. Nittaa..
Dia mengangkat tinggi pantatnya
dan tetap Diangkatnya hingga
beberapa saat sambil terkejat-
kejat. Nampak walaupun tangannya
terikat jari-jarinya mengepal seakan
hendak meremas sesuatu. Dan kaki-
kakinya yang meregang
mengungkapkan betapa nikmat
syahwat sedang melandanya. Itulah
yang bisa ditampilkan olehnya
dikarenakan tangan serta kakinya
masih terikat ke ranjang.
Dan sang maling tanggap. Sebelum
keburu Fatimah Kelelahan dia naik
menindih tubuh istriku dan
menuntun kont*lnya ke lubang
vaginanya. Beberapa kali dia
mengocok kecil sebelum akhirnya
kemaluan yang lumayan gede dan
panjangnya itu tembus dan amblas
ditelan mem*k istriku.
Maling itu langsung mengayun-
ayunkan kont*lnya ke lubang nikmat
yang sepertinya disemangati oleh
istriku dengan menggoyang dan
mengangkat-angkat pantat dan
pinggulnya agar kont*l itu bisa
menyentuhi gerbang rahimnya.
Aku sendiri demikian terbakar birahi
Menyaksikan peristiwa itu.
Khususnya bagaimana wajah istriku
dengan rambutnya yang berkeringat
mawut jatugh ke dahi dan alisnya.
kont*lku sangat tertahan oleh
celana sempitku. Aku tak mampu
melakukan apa-apa untuk
Melepaskan dorongan syahwatku.
Genjotan maling itu semakin cepat
dan sering. Aku pastikan bahwa
maling itu sedang dirambati nikmat
birahinya. kont*lnya yang semakin
tegar kaku nampak licin berkilat
karena cairan birahi yang
melumurinya nampak seperti piston
diesel keluar masuk menembusi
mem*k istriku. Aku bayangkan
betapa nikmat melanda istriku.
Dengan kondisinya yang tetap
terikat di ranjang, pantatnya
nampak naik turun atau mengegos
menimpali pompan kont*l lelaki
maling itu.
Sebentar lagi spermanya akan
muncrat mengisi rongga kemaluan
istriku. Dan nampaknya istrikupun
akan mendapatkan orgasmenya
kembali. Orgasme beruntun. Bukan
main. Selama menikah aku bisa
hitung berapa kali dia berkejat-
kejat menjemput orgasmenya.
Namun bersama maling ini tidak
sampai 1 jam dia hendak menjemput
orgasmenya yang ke dua.
Saat-saat puncak orgasme serta
ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu
mendekatkan wajahnya ke wajah
Fatimah dan tangannya meraih
kemudian melepas lakban di mulut
istriku. Namun dia tak memberinya
kesempatan untuk teriak. Mulutnya
langsung menyumpal mulut istriku.
Aku saksikan mereka saling
berpagut. Dan itu bukan pagutan
paksa. Istriku nampak menimpali
lumatan bibir maling itu. Mereka
tenggelam dalam nikmatnya pagutan.
Dan ahh.. ahh.. aahh..
Maling itu melepas cepat
pagutannya dan sedikit bangkit. Dia
menyambar pisau dapur yang masih
ada di dekatnya. Dengan masing-
masing sekali sabetan kedua ikatan
tangan Fatimah terbebas. Dan pisau
itu langsung dilemparkannya ke
lantai. Tangan maling itu cepat
memeluki tubuh istriku serta
bibirnya memagutinya. Dan tanpa
ayal dan ragu begitu terbebas
tangan istriku langsung memeluki
tubuh lelaki maling ini. Kini aku
menyaksikan persetubuhan yang
nyaris sempurna. Lelaki maling
bersama Fatimah istriku langsung
tenggelam mendekati puncak
syahwatnya.
Hingga …
“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr..
Hhoohh.. Ampun
enaknyaa.. ”
Istriku juga mendesis hebat, tak
ada omongan namun jelas, dia
kembali meraih orgasmenya. Dengan
tangannya yang bebas dia bisa
melampiaskan gelegak birahinya.
Tangannya mencakar punggung
maling itu dan menancapkan
kukunya. Nampak bilur sejajar
memanjang di kanan kiri
punggungnya merembes kemerahan.
Punggung maling itu sempat terluka
dan berdarah.
Masih beberapa saat mereka dalam
satu pelukan sebelum pada akhirnya
lelaki maling itu bangkit dan menarik
kont*lnya dari kemaluan istriku. Aku
langsung menyaksikan spermanya
yang kental melimpah tumpah dan
meleleh dari lubang vagina Fatimah.
Sesaat mata maling itu melihati
tubuh istriku yang nampak lunglai.
Dia lantas bergerak efektif.
Maling itu turun dari ranjang,
memakai celana dan T.Shirt-nya. Dia
mencopot selembar sarung bantal.
Dia mengeluarkan dari kantongnya
HP-ku dan HP istriku, jam tangan,
perhiasan dan segepok uang
simpananku, mungkin hanya sekitar
500-an ribu rupiah. Dia masukkan
hasil curiannya ke sarung bantal itu.
Tak sampai 2 menit sejak turun
ranjang dia langsung keluar dan
kabur meninggalkan aku yang masih
terikat tak berdaya di lantai dan
Fatimah yang telanjang sesudah
diperkosanya. Dia telah mencuri
barang-barangku dan menikmati
tubuh dan kemaluan istriku.
Fatimah nampak bengong sambil
melihati aku,
“Maaf, maass.. Aku harus
memuaskan nafsu syahwatnya agar
dia tidak menyakiti Mas..” Fatimah
sudah siap dengan alibinya. Aku
hanya diam. Nikmat seksual memang
bisa mengubah banyak hal.
Hingga kini, sesudah 8 tahun
menikah hingga mempunyai 2 anak
aib itu tak pernah diketahui orang.
Kami sepakat menyimpannya dalam-
dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong. Aku
memakluminya. Setidaknya memang
postur tubuhku serta kaliber
kemaluanku tak mungkin
mengimbangi milik lelaki maling itu.


SPONSOR:



Tinggalkan komentar anda di sini,kami akan kunjungi situs anda

Tidak ada komentar: